Ibu, satu kata yang berarti sebutan untuk seseorang yang melahirkanku ke dunia, berjuang mempertaruhkan jiwa dan raga agar aku bisa menghirup dan hadir sebagai mahluk Allah bernama Manusia di bumi Allah ini.
Ibu, kini anakmu telah dewasa dan begitu menyadari
arti hadirmu dalam setiap langkahku mengarungi hidup yang tidak mudah ini. Ibu,
engkau selalu hadir memberi segala apa yang aku butuhkan, tidak tanggung-tanggung
jiwa dan raga kau pertaruhkan, ini terbukti ketika engkau berjuang mempertaruhkan
jiwa dan ragamu untuk melahirkanku ke dunia.
Ibu, iya aku kini dewasa dan bisa melakukan banyak
hal tanpa bantuan tanganmu karena memang takdir menginginkan semua ini, ibu
begitu jauh dari tatapan mataku, hingga diri ini kadangkala mengaharap ibu bisa
tiba-tiba hadir di depanku (andai aku punya pintu ajaib seperti milik Doraemon,
tapi semua hanya mimpi disiang bolong, he…) dan memelukku dan ku bisa menyentuh
wajahmu yang kini mulai keriput dan melihat sinar matamu yang selalu memberiku
semangat bila menatapnya.
Meski ibu begitu jauh dari pandanganku namun kasih
sayang dan do’amu selalu nanda rasakan disetiap langkah kaki ini dalam menapaki
kehidupan.
Ibu bagiku adalah segalanya (ngutip pada buku
Biografi Chairul Tanjung Si Anak Singkong) karena surga ada di telapak kakimu,
aku sangat percaya ungkapan ini, Jika kita
benar-benar berbakti kepada ibu dengan sepenuh hati dan ikhlas, maka surga
dunia juga akan kita gapai di dunia ini karena Insya Allah jika apa yang kita
kerjakan mendapat restu dari ibu maka akan dimudahkan oleh Allah SWT, Aamiin.
Tidak
berlebihan jika anakmu ini memanjatkan do’a pada Allah agar anakmu ini bisa
selalu memenuhi apa yang ibu butuhkan, ibu inginkan (terinspirasi dari cerita
Almarhum Ustadz K.H Zainudin M.Z dalam Buku Biografi Chairul Tanjung)
“Suatu waktu nabi
Muhammad ditanya oleh sahabatnya. Ya, Rasulullah… adakah orang yang paling
disayangi Allah SWT selain Engkau? Jawab Nabi : Ada, yaitu Salman Al-Farisi.
Lalu sahabat bertanya kembali: kenapa, ya Rasul dia begitu disayang Allah?
Kemudian Rasul bercerita bahwa Salman Al-Farisi adalah orang yang berasal dari
keluarga miskin, sementara ibunya ingin naik haji, tetapi untuk berjalan pun
dia tidak bisa. Demikian juga uang untuk pergi ke Tanah Suci tidak punya.
Salman Al-Farisi begitu bingungnya menghadapi kondisi itu. Namun akhirnya
Salman Al-Farisi memutuskan untuk mengantar ibunya naik haji dengan cara
menggendong ibunya dari suatu tempat yang sangat jauh dari Mekkah. Diperlukan
waktu berhari-hari untuk melaksnakan perjalanan itu sehingga tak terasa
punggung Salman Al-Farisi sampai terkelupas kulitnya.”
Aku sadar bahwa ibu tidak mengaharapkan yang lebih
dari anak-anakmu karena seringkali keluar dari bibirmu: Ibu sangat bahagia,
jika melihat kalian (kami anak-anakmu) bahagia dan memiliki pegangan hidup
dalam mengarungi hidup ini, tidak pernah terdengar kalimat-kalimat memaksa dari
bibirmu untuk meminta sesuatu untuk memenuhi keinginanmu.
Ibu,
ku ingin menulis puisi untuk ibu yang jauh disana, meski surat ini kuyakini
tidak akan dibaca olehmu.
Ibu…
Kutangkap
sinar kasih sayang di wajahmu
Kulihat
ada cinta diwajahmu yang begitu tulus dan suci
Ibu...
Hatimu
setegar batu karang di tengah lautan
Yang
tiada goyah walau diterpa badai kehidupan
Ibu…
Kusadar
diri ini tidaklah bisa membalas jasamu
Namun
do’a yang akan selalu kupanjatkan kepada Ilahi
Agar
ibu selalu bahagia di dunia dan di akhirat nanti
Ibu…
I loveYou forever.
Diterbitkan oleh: Divisi Humas PD Salimah Kab. Bulungan.
Boleh di copy dengan menyebutkan sumbernya.
0 komentar:
Posting Komentar